Kado Lebaran Yatim Ceriakan Anak-Anak Padang


PADANG. Kegiatan Ramadhan 1431 H tak henti-hentinya dilaksanakan oleh Tim Penyaluran Cabang Padang. Sebanyak 95 paket Kado Lebaran Yatim disebar serentak,  Minggu (21/8) antara lain di pusat pembinaan Anak Juara, yang bertempat di Bungo Pasang, Kuranji, Pauh serta Lubuk Kilangan, Padang.

Setelah sebelumnya disebar ke Parupuk Tabing dan Pasir Jambak, total penerima manfaat Kado Lebaran Yatim ini sejumlah 294 anak. Wajah-wajah ceria terlihat di lokasi penyaluran, dan mereka tampak tak sabar untuk membuka bingkisan.

”Tasnya bagus ya Kak,” ujar Nana (16), salah seorang anak di Kuranji. Sedangkan Wulan (17), tanpa pikir panjang langsung memakai gamis yang menjadi salah satu isi paket Kado Lebaran Yatim ini.***


Newsroom/Miralyn Afrini
Padang


http://www.rumahzakat.org/detail.php?id=7095&kd=B

Makassar Sambut Penyaluran Program Ramadhan

MAKASSAR. Penyaluran tahap ke-4 yang dilaksanakan di Empowering Center Rappokalling, Makassar,  berhasil menyalurkan 150 paket Berbagi Buka Puasa, 25 paket Bingkisan Keluarga Jompo dan Pra Sejahtera, Sabtu (21/8). 

“Alhamdulilah, ini penyaluran tahap ke-4 setelah tahap-tahap sebelumnya menyalurkan 150 paket Berbagi Buka Puasa, 4 paket Kado Lebaran Yatim, 10 paket Bingkisan Keluarga Jompo dan Pra Sejahtera serta 4 paket Syiar Quran,” ujar salah satu panitia penyaluran program Ramadhan.

Penyaluran di hari ke-11 Ramadhan ini membuat jalan sekitar ICD Rappokalling macet menjelang waktu berbuka.  Hadir para santri TPA, ibu-ibu majelis taklim ICD dan keluarga jompo, mereka tampak tersenyum ketika tim Rumah Zakat tiba di lokasi. “Senang sekali mendapat bingkisan buka puasa ini, saya dan teman-teman bisa makan bareng,” ungkap Arif, salah satu penerima manfaat.***


Newsroom/Wahyuni Juniarti

Makassar

http://www.rumahzakat.org/detail.php?id=7091&kd=B

Menebar Kado Ramadhan di Tepian Sungai Kapuas


PONTIANAK. Rumah Zakat Pontianak  untuk kedua kalinya membagikan paket Berbagi Buka Puasa kepada anak-anak di tepian Sungai Kapuas, Kamis (19/8). Pembagian ini pun disambut antusiasme para anak dan 2 orang jompo.  “Saya sangat senang dengan pembagian ini, terimakasih Rumah Zakat,” ucap Arif, salah satu penerima paket berbuka.

 Sebanyak 70 paket buka puasa, dan 2 bingkisan jompo berhasil tersalurkan. “Program Berbagi Buka Puasa tahun kedua ini memang begitu mengesankan, banyak hal yang baru, yang dulu kami panitia hanya berdua, sekarang ramai, banyak yang membantu,” ujar salah satu panitia.

Jumlah relawan pada pembagian paket kedua ini memang meningkat dari sebelumnya, mereka pun sangat menjalin kearaban dengan para anak. Anak-anak  Sungai Kapuas ini memang terkenal dengan Anak Air, sebagian besar penduduk wilayah tepian Sungai Kapuas adalah pengayuh transportasi sungai dengan menggunakan sampan.***
Newsroom/Eva Susanti
Pontianak

http://www.rumahzakat.org/detail.php?id=7082&kd=B

Bingkisan Jompo Untuk Pejuang Kemerdekaan

CIREBON–PADANG. Ditengah suasana peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-65, Rumah Zakat cabang Cirebon memberikan kado kemerdekaan kepada 20 veteran pejuang kemerdekaan yang tinggal di  Desa Cangkol Tengah RT 01 RW 05 Lemahwungkuk, Cirebon. Selasa (17/8).

“Kado itu berupa paket Bingkisan Keluarga Jompo, yang berisi sarung atau mukena, sajadah, beras kemasan 5 kg, biskuit, dan susu kedelai,” jelas Alam Syah Nuruzzaman, Branch Manager Rumah Zakat cabang Cirebon.

Penyaluran program Senyum Ramadhan di Hari Kemerdekaan RI juga berlangsung di Masjid At Taqwa Kec Padang Barat. Hingga pekan pertama ini, Rumah Zakat cabang Padang telah menyalurkan 300 paket Berbagi Buka Bersama, “Para penerima manfaat ini adalah member Rumah Zakat, jamaah masjid, dan anak yatim di sekitar ICD Padang,” jelas Miralin Afrini, Marketing Support Rumah Zakat Padang, Selasa (17/8).

Menurut Mira, sebelumnya Rumah Zakat cabang Padang juga menyalurkan program Senyum Ramadhan di Mesjid Al Hidayah belakang Taman Makam Pahlawan Kec. Padang Utara dan Masjid Al Muhajirin Parupuk Tabing Kec. Koto Tangah.***

Newsroom/Budi Aryanto, Miralyn Afrini
Cirebon, Padang


Sumber :
http://www.rumahzakat.org/detail.php?id=7072&kd=B

300 PAKET BERBAGI BUKA PUASA BAGI WARGA BATU MERAH

JAKARTA. Rumah Zakat Kebon Jeruk telah menyalurkan program Berbagi Buka Puasa (BBP) yang berlangsung di Gedung Yayasan Rahmatan Lil ‘Alamin, Jl. Batu Merah I, Pejaten, Jakarta Selatan. Pembagian ditujukan kepada masyarakat sekitar, anak-anak dan member binaan Rumah Zakat, Sabtu (14/8).

Kegiatan BBP ini dihadiri oleh beberapa tokoh agama, salah satunya Ustad Suteja. Syamsudin selaku Ketua Rt 04 pun turut hadir dalam pembagian 300 paket Berbagi Buka Puasa ini. Dari pihak Rumah Zakat sendiri dihadiri oleh Zunaedi, Suheri dan Pras Purworo selaku Member Relation Officer. Acara dimulai pada jam 16.00-18.00 WIB. “Masyarakat Batu Merah merasa sangat terbantu dengan program ini, semoga kita tetap amanah,” ungkap Zunaedi.

Diberikan pula tausyiah tentang “Puasa Membentuk Pribadi Bersyukur” oleh Ustad Abdul Hakim. “Terima kasih sekali atas bantuan donatur Rumah Zakat, semoga Rumah Zakat bisa menjadi lembaga yang dipercayai donatur selamanya sehingga bisa bermanfaat bagi umat manusia,” ucap Mahayati (38), salah satu warga yang hadir.***


Newsroom/Praguno Aryanto 
Jakarta

Sumber :

Rumah Zakat Sebar Kejutan Ramadhan


BANDUNG. Di hari pertama bulan Ramadhan 1431 H, Rumah Zakat Cabang Bandung menyalurkan program Ramadhan, Rabu (11/8). Rumah Zakat membagikan 291 paket Berbuka Puasa, 24 paket Kado Lebaran Yatim, 10 Bingkisan Keluarga Jompo dan Pra Sejahtera serta 4 paket Syiar Qur’an.

Semua paket tersebut disebar ke 3 titik di wilayah Bandung Raya, salah satunya di Panti Asuhan Ikhlasul Amal (Yayasan Bina Dakwah), Padasuka, Bandung. Sejak pukul 4 sore, para santri panti asuhan sudah berkumpul di aula utama untuk mengikuti pengajian yang setiap memasuki Ramadhan.

 “Tidak seperti biasanya bantuan seperti ini ada di awal Ramadhan, biasanya pertengahan Ramadhan atau menjelang lebaran tiba, ” ujar Iwan, santri yang tinggal di panti asuhan.  “Kejutan awal ramadhan yang membahagiakan bagi saya dan teman-teman, terima kasih atas rekomendasi tempatnya” tambahnya.

Selain di Padasuka , pembagian sebar kebaikan ini juga dilaksanakan di dua titik lainnya, yaitu di  ICD Ujung Berung dan Cimaung Kab. Bandung. Rencananya di hari kedua ini Rumah Zakat Cabang Bandung akan kembali menyalurkan bantuan di 3 titik yang berbeda.***


Newsroom/Yudi Juliana
Bandung

ETIKA HUBUNGAN SUAMI ISTERI DAN HAK SERTA KEWAJIBAN KEDUANYA

Islam merupakan agama yang sempurna yang mengatur segala sesuatu termasuk mengatur hubungan suami istri dengan aturan yang sangat adil dimana keduanya memiliki hak dan kewajiban. Allah berfirman:
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang baik, akan tetapi para suami memunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [al Baqarah: 228]

Serta sabda Rasulullah di Haji Wada’:
“Ketahuilah, bahwa kalian mempunyai hak-hak atas wanita-wanita (istri-istri) kalian dan sesungguhnya wanita-wanita (istri-istri) kalian mempunyai hak-hak atas kalian.” [Diriwayatkan para pemilik Sunan dan at Tirmidzi mennshahihkan hadits ini]

Hak-hak keduanya sebagian sama di antara suami-istri dan sebagian yang lain berbeda. Hak-hak yang sama di antara suami-istri adalah sebagai berikut:
1. Amanah
Masing-masing suami-istri harus bersikap amanah terhadap pasangannya, dan tidak mengkhianatinya sedikit atau banyak, karena suami-istri laksana dua mitra dimana pada keduanya harus ada sifat amanah, saling menasihati, jujur, dan ikhlas dalam semua urusan pribadi keduanya, dan urusan umum keduanya.

2. Cinta Kasih
Artinya masing-masing suami-istri harus memberikan cinta kasih yangtulus kepada pasangannya sepanjang hidupnya karena firman Allah:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. [ar Ruum:21].

Dan karena sabda Rasulullah, “Barang siapa tidak menyayangi, ia tidak akan disayangi.” [Diriwayatkan ath Thabrani dengan sanad baik].

3. Saling Percaya
Artinya masing-masing suami-istri harus mempercayai pasangannya, tidak boleh meragukan kejujurannya, nasihatnya, keikhlasannya, karena firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara” {al Hujurat: 10].

Dan karena sabda Rasulullah:
“Salah seorang dari kalian tidak beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” [Diriwayatkan al Bukhari, Muslim, dan lain-lain]. Ikatan suami-istri itu memperkuat dan mengokohkan ikatan (ukhuwah) iman.

4. Etika Umum
Seperti lemah lembut dalam pergaulan sehari-hari, wajah yang berseri-seri, ucapan yang baik, penghargaan dan penghormatan. Itulah pergaulan baik yang diperintahkan Allah dalam firmanNya:
“Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik.” (an Nisaa’: 19)

Itulah perlakuan baik yang diperintahkan Rasulullah dalam sabdanya : “Perlakukan wanita dengan baik.” [Hadits Riwayat Muslim]

Inilah sebagian hak-hak bersama antar suami-istri dan masing-masing dari keduanya harus memberikan hak-hak tersebut kepada pasangannya untuk merealisisr perjanjian kuat yang diisyaratkan Allah,
“Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kalian telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istri) telah mengambil dari kalian perjanjian yang kuat.” [an Nisaa’: 21]

Dan karena taat kepada Allah yang berfirman:
“Dan janganlah kalian melupakan keutamaan di antara kalian, sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kalian kerjakan.” [al Baqarah: 237]

Adapun hak-hak khusus dan etika-etika yangharus dikerjakan masing-masing suami-istri terhadap pasangannya adalah sebagai berikut:
A. Hak-hak Istri atas Suami
1. Memperlakukannya dengan baik
Allah berfirman, “Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik.” [an Nisaa’:19]

Ia memberi istrinya makan jika ia makan, memberinya pakaian jika ia berpakaian, dan mendidiknya jika ia merasa khawatir istrinya membangkang seperti yang diperintahkan oleh Allah kepadanya dengan menasihatinya tanpa mencaci maki atau menjelek-jelekkannya. Jika istri tetap tidak taat, ia berhak memukul dengan pukulan yang tidak melukainya, tidak mengucurkan darah, tidak meninggalkan luka, dan tidak membuat salah satu organ tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya, karena firman Allah:
“Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuznya (pembangkangannya), maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’ati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.” [an Nisaa’: 34]

Juga sabda Rasulullah tentang hak istri:
“Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menjelek-jelekkannya, tidak mendiamkannya kecuali di dalam rumah.” [Diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad yang baik].

“Laki-laki mukmin tidak boleh membenci wanita Mu’minah, jika ia membenci sesuatu pada fisiknya, ia menyenangi dari yang lainnya (sifat lainnya).” [Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad].

2. Mengajarkan persoalan-persoalan yang urgen dalam agama.
Para suami memiliki kewajiban mengajarkan persoalan-persoalan yang urgen dalam agama kepada istri jika belum mengetahuinya, atau mengizinkannya menghadiri forum-forum ilmiah untuk belajar di dalamnya, sebab kebutuhan untuk memperbaiki kualitas agama dan menyucikan jiwanya itu tidak lebih sedikit dari kebutuhannya terhadap makanan, dan minuman yanbg wajib diberikan kepadanya. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.” [at Tahrim: 6]

Serta sabda Rasulullah:
“Ketahuilah, hendaklah kalian memperlakukan wanita-wanita dengan baik, karena mereka adalah ibarat tawanan-tawanan pada kalian.” [Muttafaq alaih].

3. Mewajibkan istri melaksanakan ajaran-ajaran islam beserta etika-etikanya;
melarang buka aurat, berhubungan bebas (ikhtilat) dengan laki-laki yang bukan mahramnya, memberikan perlindungan yang memadai kepadanya dengan tidak mengizinkannya merusak akhlak atau agamanya dan tidak membuka kesempatan baginya untuk menjadi wanita fasik terhadap perintah Allahdan RasulNya, atau berbuat dosa, sebab dia adalah penanggung jawab dengan istrinya dan perintahkan menjaganya dan mengayominya. Berdasarkan firman Allah:
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” [an Nisaa’:34]

Dan berdasarkan sabda Rasulullah:
“Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dania akan dimintai pertanggung jawab tentang kepemimpinannya.” [Muttafaq alaih].

4. Berlaku adil terhadap istrinya dan terhadap istri-istri yang lain, jika ia memiliki istri lebih dari satu.
Ia berbuat adil terhadap mereka dalam hal makanan, minuman, pakaian, rumah, dan tidur di ranjang, ia tidak boleh bersikap curang dalam hal-hal tersebut, atau bertindak zhalim, karena ini diharamkan oleh Allah. Allah berfirman:
“Kemudian jika kalian takut tidak bisa berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak wanita yang kalian miliki.” [an Nisaa’: 3]

Rasulullah mewasiatkan perlakuan yang baik terhadap istri-istri dalam sabdanya:
“Orang terbaik dari kalian ialah orang yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku orang terbaik dari kalian terhadap keluargaku.” [Diriwayatkan oleh ath Thabrani dengan sanad yang baik].

5. Tidak membuka rahasia istrinya dan tidak membeberkan aibnya
sebab ia orang yang diberi kepercayaan terhadapnya, dituntut menjaga dan melindunginya. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah ialah suami yang menggauli istrinya dan istrinya bergaul dengan suaminya, kemudian ia membeberkan rahasia hubungan suami-istri tersebut.” [Diriwayatkan Muslim].

B. Hak-hak Suami atas Istri
1. Taat kepadanya selama tidak dalam kemaksiatan kepada Allah.
Allah berfirman:
“Kemudian jika mereka menaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.” [an Nisaa’: 34]

Sabda Rasulullah,
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, kemudian istrinya tidak datang kepadanya, dan suaminya pun marah kepadanya pada malam itu, maka istrinya dilaknat para malaikat hingga pagi harinya.” [Muttafaq alaih].

“Seandainya aku suruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka aku suruh seorang istri sujud kepada suaminya.” [Diriwayatkan Abu Dawud dan al Hakim, at Tirmidzi menshahihkan hadits ini].

2. Menjaga kehormatan suaminya, kemuliaannya, hartanya, anak-anaknya, dan urusan rumah tangga lainnya, karena dalil-dalil berikut:
Firman Allah,
“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah wanita-wanita yang taat kepada Allah yang memelihara diri mereka ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” [an Nisaa’: 34]

Sabda Rasulullah,
“Maka hak kalian atas istri-istri kalian ialah hendaknya orang-orang yang kalian benci tidak boleh menginjak ranjang-ranjang kalian, dan mereka tidak boleh memberi izin masuk rumah kepada orang-orang yang tidak kalian sukai.” [Diriwayatkan at Tirmidzi dan Ibnu Majah].

3. Tetap berada di rumah suami dalam arti tidak keluar kecuali atas izin dan keridhaannya, menahan pandangan dan merendahkan suaranya, menjaga tangannya dari kejahatan, dan menjaga mulutnya dari perkataan kotor yang bisa melukai kedua orang tua, suaminya, atau sanak keluarganya. Allah berfirman:
“Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” [al Ahdzab: 33].

“Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” [al Ahdzab: 32].

“Allah tidak menyukai ucapan yang buruk.” [an Nisaa’: 148].

“Katakanlah kepada wanita-wanita beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya.’” [an Nuur: 31].

Dan Rasulullah bersabda:
“Kalian jangan melarang wanita-wanita hamba-hamba Allah untuk pergi ke masji-masid Allah. Jika istri salah seorang kalian meminta izin kepada kalian untuk pergi ke masjid-masjid,engkau jangan melarangnya.” [Diriwayatkan Muslim, Ahmad, Abu dawud, dan at Tirmidzi]



KENAPA HARUS MENIKAH???
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam senantiasa menganjurkan kaum muda untuk menyegerakan menikah sehingga mereka tidak berkubang dalam kemaksiatan, menuruti hawa nafsu dan syahwatnya. Karena, banyak sekali keburukan akibat menunda pernikahan. Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah,maka menikahlah! Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa) karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya."

Anjuran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk segera menikah mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Melaksanakan Perintah Allah Ta'ala.
2. Melaksanakan Dan Menghidupkan Sunnah Nabi Shallallaahu 'Alaihi WaSallam.
3. Dapat Menundukkan Pandangan.
4. Menjaga Kehormatan Laki-Laki Dan Perempuan.
5. Terpelihara Kemaluan Dari Beragam Maksiat. Dengan menikah, seseorang akan terpelihara dari perbuatan jelek dan hina, seperti zina, kumpul kebo, dan lainnya. Dengan terpelihara diri dari berbagai macam perbuatan keji, maka hal ini adalah salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam Surga. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Barangsiapa yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir (lisan)nya dan diantara dua paha (ke-maluan)nya, aku akan jamin ia masuk kedalam Surga."

6. Ia Juga Akan Termasuk Di Antara Orang-Orang Yang Ditolong Oleh Allah.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang ditolong oleh Allah, yaitu orang yang menikah untuk memelihara dirinya dan pandangannya, orang yang berjihad di jalan Allah, dan seorang budak yang ingin melunasi hutangnya (menebus dirinya) agar merdeka (tidak menjadi budak lagi). Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah: Mujahid fi sabilillah, Budak yang menebus dirinya agar merdeka, Orang yang menikah karena ingin memelihara kehor-matannya."

7. Dengan Menikah, Seseorang Akan Menuai Ganjaran Yang Banyak.
Bahkan, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwa seseorang yang bersetubuh dengan isterinya akan mendapatkan ganjaran. Beliau bersabda :
"Artinya : ... dan pada persetubuhan salah seorang dari kalian adalah shadaqah..."

8. Mendatangkan Ketenangan Dalam Hidupnya Yaitu dengan terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
Sebagaimana firman Allah 'Azza wa Jalla:
"Artinya : Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir." [Ar-Ruum : 21]

Seseorang yang berlimpah harta belum tentu merasa tenang dan bahagia dalam kehidupannya, terlebih jika ia belum menikah atau justru melakukan pergaulan di luar pernikahan yang sah. Kehidupannya akan dihantui oleh kegelisahan. Dia juga tidak akan mengalami mawaddah dan cinta yang sebenarnya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam:
"Artinya : Tidak pernah terlihat dua orang yang saling mencintai seperti (yang terlihat dalam) pernikahan."

Cinta yang dibungkus dengan pacaran, pada hakikatnya hanyalah nafsu syahwat belaka, bukan kasih sayang yang sesungguhnya, bukan rasa cinta yang sebenarnya, dan dia tidak akan mengalami ketenangan karena dia berada dalam perbuatan dosa dan laknat Allah. Terlebih lagi jika mereka hidup berduaan tanpa ikatan pernikahan yang sah. Mereka akan terjerumus dalam lembah perzinaan yang menghinakan mereka di dunia dan akhirat. Berduaan antara dua insan yang berlainan jenis merupakan perbuatan yang terlarang dan hukumnya haram dalam Islam, kecuali antara suami dengan isteri atau dengan mahramnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam:
"Artinya : angan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, kecuali si wanita itu bersama mahramnya."

Mahram bagi laki-laki di antaranya adalah bapaknya, pamannya, kakaknya, dan seterusnya. Berduaan dengan didampingi mahramnya pun harus ditilik dari kepentingan yang ada. Jika tujuannya adalah untuk berpacaran, maka hukumnya tetap terlarang dan haram karena pacaran hanya akan mendatangkan kegelisahan dan menjerumuskan dirinya pada perbuatan-perbuatan terlaknat.
Dalam agama Islam yang sudah sempurna ini, tidak ada istilah pacaran meski dengan dalih untuk dapat saling mengenal dan memahami di antara kedua calon suami isteri. Sedangkan berduaan dengan didampingi mahramnya dengan tujuan meminang (khitbah), untuk kemudian dia menikah, maka hal ini diperbolehkan dalam syari'at Islam, dengan ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan pula oleh syari'at.

9. Memiliki Keturunan Yang Shalih
Setiap orang yang menikah pasti ingin memiliki anak. Dengan menikah “dengan izin Allah” ia akan mendapatkan keturunan yang shalih, sehingga menjadi aset yang sangat berharga karena anak yang shalih akan senantiasa mendo'akan kedua orang tuanya, serta dapat menjadikan amal bani Adam terus mengalir meskipun jasadnya sudah berkalang tanah di dalam kubur. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akannya."

10. Menikah Dapat Menjadi Sebab Semakin Banyaknya Jumlah Ummat Nabi Muhammad Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam.
Termasuk anjuran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah menikahi wanita-wanita yang subur, supaya ia memiliki keturunan yang banyak. Seorang yang beriman tidak akan merasa takut dengan sempitnya rizki dariAllah sehingga ia tidak membatasi jumlah kelahiran. Rasulullah shallallaahu'alaihi wa sallam pernah mendo'akan seorang Shahabat beliau, yaitu Anas bin Malik radhiyallaahu'anhu, yang telah membantu Nabi shallallaahu'alaihi wa sallam selama sepuluh tahun dengan do'a:
"Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya dan berkahilah baginya dari apa-apa yang Engkau anugerahkan padanya."

Zakat, bisakah dijadikan sebagai instrumen kebijakan fiskal?

1. Latar Belakang
Sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu, tepatnya sejak Juli 1997 bangsa Indonesia dilanda krisis moneter, yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi bahkan berlanjut menjadi krisis kepercayaan.
Ketika krisis mulai melanda Indonesia pada pertengahan 1997 kondisi keuangan negara kita sebenarnya tidak terlalu buruk. Pada tahun 1996 APBN surplus sebesar 1,9% dari PDB, hutang Pemerintah dengan luar negeri adalah USD 55,3 milyar atau sekitar 24% dari PDB sedangkan hutang dalam negeri tidak ada. Realisasi APBN 1997 sampai dengan Semester I juga baik. Surplus anggaran setengah tahun itu mencapai 1,8% dari PDB dan hutang pemerintah tidak banyak berubah.
Krisis mengubah itu semua. Defisit anggaran serta merta membengkak dan hutang Pemerintah meningkat tajam. Pada tahun 1998, tahun yang paling kelabu dalam krisis, Indonesia mengalami kombinasi dua penyakit ekonomi yang paling fatal : sektor riil yang macet dan hiperinflasi. Tahun itu PDB kita anjlok dengan sekitar 13%, inflasi mencapai sekiktar 78% dengan harga makanan meningkat lebih dari dua kali lipat, kurs melonjak-lonjak tak menentu dan serta merta anggaran negara berubah dari surplus menjadi defisit 1,7% dari PDB.
APBN tumpul untuk menjadi motor atau minimal memberi stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi. Rendahnya daya dorong kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi juga terkait kinerja pemerintah yang masih menggantungkan pengadaan pembiayaan terhadap pinjaman, terutama pinjaman luar negeri.
Dalam kondisi seperti ini pemerintah dituntut kreatif dalam menemukan sumber-sumber pendanaan negara. Di dalam sistem fiskal pemerintahan Islam, salah satunya dikenal pendapatan negara bersumber dari zakat. Tulisan ini berusaha mengangkat permasalahan pengintegrasian zakat ke dalam kebijakan fiskal.

2. Kerangka pemikiran
2.1. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara, dengan maksud untuk memengaruhi jalannya perekonomian . Anggaran belanja negara terdiri dari penerimaan dan pengeluaran. Sumber penerimaan pemerintah terdiri dari :
1. Pajak
2. Retribusi
3. Keuntungan dari perusahaan-perusahaan negara seperti perusahaan minyak negara, BUMN, BUMD, dan sebagainya.
4. Denda-denda dan penyitaan yang dilakukan oleh negara.
5. Sumbangan masyarakat untuk jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah seperti pembayaran biaya-biaya perizinan.
6. Pencetakan uang kertas.
7. Hasil undian negara.
8. Pinjaman, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
9. Hadiah atau hibah.

Sedangkan sumber pengeluaran negara terdiri dari :
1. Pengeluaran konsumsi pemerintah yang bisa juga disebut government expenditure atau government purchase. Pengeluaran ini meliputi semua pengeluaran pemerintah di mana pemerintah secara langsung menerima balas jasanya, seperti pengeluaran pemerintah untuk membayar gaji para pegawai negeri dan pembelian barang-barang atau jasa-jasa dalam berbagai bentuknya.
2. Pengeluaran pemerintah berupa government transfer. Dalam hal ini pemerintah tidak menerima balas jasa langsung misalnya, sumbangan pemerintah yang diberikan kepada rakyat yang menderita akibat bencana alam, tunjangan bagi para penganggur, uang pensiun, subsidi kepada perusahaan-perusahaan, dan beasiswa.

Menurut Adiwarman , pengeluaran pemerintah menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi :
1. Wasteful spending, yaitu suatu kondisi dimana belanja pemerintah memberikan manfaat yang lebih kecil dibanding dengan biaya yang telah dikeluarkan.
2. Productive spending, yaitu pengeluaran yang memberikan manfaat yang lebih besar disbanding dengan biaya yang telah dikeluarkan.
3. Transfer payment, yaitu apabila jumlah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang diterima.
Sedangkan pengeluaran pemerintah menurut sifatnya meliputi :
1. Temporary spending, yaitu pengeluaran negara yang dilakukan hanya satu kali saja.
2. Permanent spending, yaitu pengeluaran yang dilakukan pemerintah secara terus menerus dalam periode tertentu.

Jadi, kebijakan fiskal merupakan semua intervensi pemerintah dalam memperbesar atau memperkecil jumlah pungutan pajak, memperbesar atau memperkecil government expenditure dan atau government transfer yang bertujuan untuk mempengaruhi perekonomian menuju keadaan yang diiginkan.
Menurut Nuruddin (2006) , tujuan kebijakan fiskal meliputi kestabilan ekonomi, mencegah timbulnya pengangguran. Untuk tujuan kestabilan ekonomi, peningkatan pendapatan nasional riil dengan ketersediaan faktor-faktor produksi dan teknologi dengan tetap mempertahankan kestabilan harga-harga umum. Sedangkan pencegahan timbulnya pengangguran berkaitan dengan kesempatan kerja penuh (full employment), yang diartikan sebagai keadaan dimana semua pemilik faktor produksi ingin mempekerjakannya pada tingkat upah yang berlaku. Tujuan lain dari kebijakan fiskal adalah mempertahankan kestabilan harga, artinya penurunan harga yang sangat tajam akan berakibat timbulnya pengangguran karena sektor swasta mendapat keuntungan yang semakin kecil, sehingga akan terus terjadi divestasi. Di sisi lain, kenaikan harga-harga akan memicu inflasi yang berdampak pada merosotnya tingkat konsumsi.
Lebih lanjut, Adiwarman mengatakan bahwa selayaknya anggaran pemerintah disesuaikan dengan kemampuan negara.

Apabila pendapatan lebih besar dari penerimaan, kondisi ini disebut budget surplus, bila kondisi sebaliknya disebut budget deficit. Apabila terjadi budget deficit, jalan keluar yang diambil biasanya meningkatkan penerimaan negara dari pajak, pencetakan uang baru, atau penciptaan utang baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dari ketiga solusi tersebut, masing-masing memiliki konsekuensi tersendiri.

2.2. Zakat
Menurut terminology Syari'ah zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu. Kewajiban atas sejumlah harta tertentu, berarti zakat adalah kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban tersebut terkena kepada setiap muslim (baligh atau belum, berakal atau gila) ketika mereka memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi batas nisabnya. Kelompok tertentu adalah mustakihin yang terangkum dalam 8 asnhaf. Waktu untuk mengeluarkan zakat adalah ketika sudah berlalu setahun (haul) untuk zakat emas, perak, perdagangan dll, ketika panen untuk hasil tanaman, ketika memperolehnya untuk rikaz dan ketika bulan Ramadhan sampai sebelum shalat 'Iid untuk zakat fitrah.
Islam telah mengajarkan hal ini kepada umat muslim untuk melaksanakan amalan zakat. Islam memandang bahwa kewajiban zakat dibebankan kepada mereka yang kaya. Peran ganda zakat dalam meningkatkan keadilan distribusi pendapatan :
1. Zakat berfungsi untuk mengurangi tingkat pendapatan yang siap dikonsumsi oleh segmen orang kaya (Muzakki). Oleh karena itu, pengimplementasian zakat diharapkan akan mampu mengerem tingkat konsumsinya orang kaya sehingga kurva permintaan segmen kaya tidak meningkat terlalu tajam. Hal ini pada akhirnya akan memiliki dampak yang positif, yaitu menurunnya dampak meningkatkan harga-harga komoditas.
2. Zakat berfungsi sebagai media transfer pendapatan sehingga mampu meningkatkan daya beli orang miskin. Dalam hal ini diharapkan dengan menerima zakat, maka segmen miskin akan meningkat daya belinya sehingga mampu berinteraksi dengan segmen kaya.
Al-Qur’an telah menjelaskan penentuan alokasi zakat, siapa yang berhak menerimanya, tetapi tidak dijelaskan apakah yang zakat itu harus diterima dalam bentuk uang, barang-barang konsumsi atau modal kerja. Hal ini menimbulkan pemikiran para ekonom, sehingga melahirkan ide agar zakat memberikan dampak yang lebih baik bagi para penerima. Sehingga zakat yang diberikan dapat lebih mengarah pada zakat produktif.

Dijelaskan bahwa pembayaran zakat pada tahap pertama akan menurunkan permintaan orang kaya dari DH1 menuju DH2. Turunnya permintaan ini akan diterima oleh orang miskin sehingga akan berpengaruh terhadap pasar segmen miskin. Jika zakat diterima dalam bentuk barang konsumsi, maka permintaan orang miskin akan meningkat dari DS1 menuju DS2 sehingga akan mendorong harga di segmen miskin akan meningkat. Namun, jika zakat diterima dalam bentuk modal kerja (zakat produktif), maka penawaran segmen miskin akan meningkat lebih kecil, namun diikuti oleh harga yang menurun. Dari gambaran ini dapat diperoleh gambaran bahwa baik zakat konsumtif maupun zakat produktif akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian selama penurunan permintaan segmen kaya (XH1 – XH2) akan diimbangi oleh pengingkatan volume perdagangan segmen miskin (XS3 – XS0) yang lebih besar. Hal ini dipengaruhi oleh :
1. Kepekaan konsumen miskin terhadap harga barang. Semakin konsumen peka atau elastic terhadap harga, maka zakat produktif akan memiliki dampak inflasioner lebih rendah dan peningkatan output lebih tinggi daripada zakat konsumtif.
2. Hubungan antara harga dan penjualan segmen miskin. Semakin elastis penawaran segmen miskin, maka semakin tinggi efek zakat konsumtif terhadap peningkatan output daripada zakat produktif.
3. Hasrat untuk konsumsi segmen miskin. Hasrat ini menunjukkan seberapa besar bagian pendapatan yang akan dikonsumsi dan bisa dicerminkan dari nilai elastisitas permintaan terhadap pendapatan. Semakin elastis permintaan terhadap pendapatan berarti tambahan pendapatan segmen miskin akan dihabiskan untuk konsumsi, dan hal ini semakin meningkatkan besarnya efek zakat konsumtif.

3. Pembahasan
3.1. Zakat dan Ekonomi Makro
Berdasarkan kemampuan membayar zakat, masyarakat muslim dapat kita kelompokkan menjadi tiga golongan ; pertama, golongan masyarakat Muzakki yaitu golongan masyarakat pembayar zakat. Kedua, golongan masyarakat non- Mustahik/Muzakki yaitu golongan yang bukan penerima ataupun pembayar zakat
(golongan middle income). Ketiga, golongan masyarakat Mustahik yaitu golongan
masyarakat penerima zakat.
Pada model konsumsi golongan Mustahik konsumsi sepenuhnya atau sebagian bersumber dari zakat. Disinilah fungsi pertama dari negara Islami untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup minimal (guarantee of a minimum level of living). Institusi negara yang bernama Baitul Mal-lah dalam konsep ekonomi Islam yang memiliki tugas menjalankan fungsi negara tersebut dengan mengambil kekayaan dari kelompok Muzakki untuk dibagikan kepada kelompok Mustahiq. Dengan tepenuhinya kebutuhan hidup minimal maka seluruh masyarakat Islam diharapkan akan menjalankan secara leluasa segala kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, tanpa perlu ada hambatan-hambatan yang mungkin memang diluar kemampuannya.
Zakat memungkinkan perekonomian terus berjalan pada tingkat yang minimum. Akibat penjaminan konsumsi kebutuhan dasar oleh negara melalui Baitul Mal yang menggunakan akumulasi dana zakat . Bahkan Dr. Metwally mengungkapkan bahwa Zakat berpengaruh cukup positif pada perekonomian, karena instrumen zakat akan mendorong konsumsi dan investasi serta akan menekan penimbunan uang (harta). Karena harta yang tidak di investasikan akan habis termakan zakat. Sehingga zakat memiliki andil dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro.
Dalam analisa makro ekonomi, kegiatan belanja (konsumsi) merupakan variabel yang sangat positif bagi kinerja perekonomian (economic growth). Ketika perekonomian mengalami stagnasi, seperti terjadi penurunan tingkat konsumsi atau bahkan sampai pada situasi under-consumption, kebijakan utama yang diambil adalah bagaimana dapat menggerakkan ekonomi dengan meningkatkan daya beli masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan daya beli masyarakat menjadi sasaran utama dari setiap kebijakan ekonomi .
Dr. Monzer Kahf , mengungkapkan bahwa zakat memiliki pengaruh yang positif pada tingkat tabungan dan investasi. Peningkatan tingkat tabungan akibat peningkatan pendapatan akan menyebabkan tingkat investasi juga meningkat. Karena ada preseden bahwa zakat juga dikenakan pada tabungan yang mencapai batas minimal terkena zakat (nisab). Dengan tujuan mempertahankan nilai kekayaannya maka tentu investasi menjadi salah satu jalan keluar bagi para Muzakki, sehingga secara otomatis meningkatkan angka investasi secara keseluruhan. Dan investasi adalah bagian penting dalam pembangunan perekonomian sebuah bangsa. Disamping itu Monzer Kahf juga mengungkapkan bahwa zakat cenderung menurunkan resiko pembiayaan/kredit macet (non-performing financing/NPF), karena salah satu alokasi dana zakat adalah menolong orang-orang yang terjebak hutang. Sehingga secara riil, zakat akan menekan tingkat pengangguran.
Selain itu implementasi konsep dan sistem zakat juga akan dapat mengurangi pengangguran dalam perekonomian melalui tiga mekanisme . Pertama, implementasi zakat itu sendiri membutuhkan tenaga kerja. Kedua, perubahan golongan mustahik yang awalnya tidak memiliki akses pada ekonomi menjadi golongan yang lebih baik secara ekonomi, yang tentu saja meningkatkan angka partisipasi tenaga kerja. Ketiga, multiflier effect munculnya usaha/industri pendukung yang akan menambah lapangan kerja.
Umer chapra meyatakan bahwa zakat adalah sebuah langkah kemandirian sosial yang diambil dengan dukungan penuh agama untuk membantu orang-orang miskin yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka sendiri. Selain itu, zakat juga harus memberikan pengaruh yang bermanfaat bagi negara, misalnya sebagai sumber investasi. Redistribusi zakat dari semua kekayaan akan mendorong pembayar zakat untuk mencari pendapatan dari harta mereka agar dapat membayar zakat tanpa mengurangi harta tersebut. Dalam Islam, penimbunan harta dilarang, sehingga meningkatkan investasi yang berarti menyumbangkan kemakmuran.

3.2. Membangun Sistem Zakat
Pengembangan potensi zakat diperlukan untuk mengoptimalkan peran zakat dalam perekonomian sebuah negara, terutama untuk mengatasi masalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan pengangguran. Penghimpunan potensi zakat dan pendistribusian yang bersifat produktif akan menggairahkan kembali perekonomian negara. Bahkan untuk Indonesia, optimalisasi peran zakat akan bisa menggerakkan sektor riil terutama usaha kecil menengah dan pertanian. Pengembangan sektor inilah yang diharapkan mampu menguatkan daya tahan fundamental ekonomi Indonesia dari hantaman krisis, sehingga ketergantungan Indonesia terhadap IMF bisa diminimalisasi (Dr. Didin Hafidhuddin, Peran Zakat Dalam Pembangunan Ekonomi, Jakarta, 2000).
Faktor penting yang juga menjadi pendukung utama dalam mewujudkan zakat sebagai pilar perekonomian adalah wujudnya pelembagaan zakat yang amanah, professional, dan mandiri. Sebab, penanganan keseluruhan terhadap zakat tidak mungkin dilakukan tanpa sebuah lembaga yang jelas.
Perkembangan pengelolaan zakat khususnya di Indonesia telah memperlihatkan sebuah kemajuan yang berarti, sejak dikeluarkannya UU No. 38 Tahun 1999 tentang zakat. Peraturan pemerintah terhadap lembaga pengelolaan zakat juga telah menimbulkan gairah baru dalam menjalankan optimalisasi zakat. Dompet Duafa Republika dan PKPU adalah dua lembaga yang sangat aktif yang dikelola oleh masyarakat. Dua lembaga itu merupakan wujud dari mulai diperhatikannya pengelolaan zakat secara serius oleh masyarakat, dampak dari 'jalan ditempatnya' Baziz yang dikelola pemerintah.
Dikeluarkanya UU. No. 38 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah terhadap pengelolaan zakat merupakan angin segar terhadap pengembangan potensi zakat di masa datang. Respon terhadap kebijakan ini haruslah disikapi dengan kesiapan secara menyeluruh terhadap sistim zakat. Kesiapan institusi zakat, professional terhadap pengelolaan dan akuntabilitas dalam pelaporan, serta dasar syariah sebagai wujud pengelolaan adalah hal-hal penting yang harus diperhatikan.
Selain sistim pemungutan dan distribusi yang sudah ada perlu dipikirkan juga mengenai sanksi dan fungsi kontrol seperti zaman Abu Bakar. Fungsi kontrol dari masyarakat dan pemerintah diperlukan, karena pengelolaan zakat termasuk ke dalam public finance, yang memiliki dampak terhadap masyarakat luas. Kolektifitas kesadaran dalam menjalankan fungsi kontrol akan membuat potensi zakat semakin berkembang.
Ada beberapa hal mengapa zakat selama ini kurang maksimal :
1) Paradigma masyarakat dalam memandang kewajiban zakat hanya berdimensi kesalehan pribadi. Hal ini tercermin dari penunaian kewajiban zakat hanya pada zakat firah, sehingga kewajiban zakat maal yang seharusnya sudah sampai batas (nisab), tidak ditunaikan.
2) Persoalan fiqih yang selama ini menjadi perdebatan tidak pernah selesai, mulai dari perhitungan, penentuan, hingga alokasi pendistribusian zakat.
3) Kebijakan pemerintah yang selama ini kurang berpihak pada umat Islam adalah salah satu faktor pemicu tidak adanya political will dari pemerintah untuk mendukung pengembangan potensi zakat.
4) Sistim dan mekanisme, baik pengeloaan ataupun pada saat pendistribusian, tidak berjalan. Sehingga, potensi zakat hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumtif semata. Dengan demikian profesionalitas dan akuntabilitas pengelola zakat menjadi kurang terukur.

3.3. Zakat Sebagai Sumber Penerimaan Negara
Salah satu fungsi kebijakan fiskal yaitu meningkatkan sumber pendapatan negara. Apabila defisit anggaran ditutupi dengan hutang, maka beban anggaran negara akan semakin tinggi. Dengan kondisi seperti ini, pemerintah dituntut kreatif untuk mencari alternatif sumber-sumber pendapatan negara, salah satunya dengan mengintegrasikan zakat ke dalam kebijakan fiskal.
Ada beberapa alasan mengapa zakat perlu diintegrasikan ke dalam kebijakan fiskal. Zakat bukanlah bentuk charity biasa atau bentuk kedermawanan sebagaimana infak, wakaf, dan hibah. Zakat hukumnya wajib (imperatif) sementara charity atau donasi hukumnya mandub (sunnah). Satu-satunya lembaga yang mempunyai otoritas untuk melakukan pemaksaan seperti itu dalam sistem demokrasi adalah negara lewat perangkat pemerintahan, seperti halnya pengumpulan pajak. Apabila hal ini disepakati, maka zakat akan menjadi salah satu sumber penerimaan negara.
Potensi zakat yang dapat dikumpulkan dari masyarakat sangat besar. Menurut sebuah sumber, potensi zakat di Indonesia mencapai hampir 20 triliun per tahun. Hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah dan Ford Foundation tahun 2005 mengungkapkan, jumlah potensi filantropi (kedermawanan) umat Islam Indonesia mencapai Rp 19,3 triliun. Di antara potensi tersebut, Rp 5,1 triliun berbentuk barang dan Rp 14,2 triliun berbentuk uang. Jumlah dana sebesar itu, sepertiganya masih berasal dari zakat fitrah (Rp 6,2 triliun) dan sisanya zakat harta Rp 13,1 triliun. Salah satu temuan menarik dari hasil penelitian tersebut adalah bahwa 61 persen zakat fitrah dan 93 persen zakat maal diberikan langsung kepada penerima. Penerima zakat fitrah dan zakat maal terbesar (70 persen) adalah masjid-masjid. Badan Amil Zakat (BAZ) pemerintah hanya mendapatkan 5 persen zakat fitrah dan 3 persen zakat maal, serta Lembaga Amil Zakat (LAZ) swasta hanya 4 persen zakat maal. Pada kenyataannya, dana zakat yang berhasil dihimpun dari masyarakat masih jauh dari potensi yang sebenarnya. Sebagai perbandingan, dana zakat yang berhasil dikumpulkan oleh lembaga-lembaga pengumpul zakat baru mencapai beberapa puluh milyar. Itu pun bercampur dengan infak, hibah, dan wakaf. Potensi yang sangat besar itu akan dapat dicapai dan disalurkan kalau pelaksanaannya dilakukan oleh negara melalui departemen teknis pelaksana.
Zakat mempunyai potensi untuk turut membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional. Dana zakat yang sangat besar sebenarnya cukup berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat jika disalurkan secara terprogram dalam rencana pembangunan nasional. Dalam periode tertentu, suatu negara membuat rencana pembangunan di berbagai bidang sekaligus perencanaan anggarannya. Potensi zakat yang cukup besar dan sasaran distribusi zakat yang jelas seharusnya dapat sejalan dengan rencana pembangunan nasional tersebut.
Agar dana zakat dapat disalurkan secara tepat, efisien dan efektif sehingga mencapai tujuan zakat itu sendiri seperti meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pengumpulan dan pendistribusian zakat yang terpisah-pisah, baik disalurkan sendiri maupun melalui berbagai charity membuat misi zakat agak tersendat. Harus diakui bahwa berbagai lembaga charity telah berbuat banyak dalam pengumpulan dan pendistribusian dana zakat dan telah banyak hasil yang dapat dipetik. Namun, hasil itu dapat ditingkatkan kalau pengumpulan dan pengelolaannya itu dilakukan oleh negara melalui perangkat-perangkatnya.

4. Kesimpulan
Dari paparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa APBN tidak dapat memberi stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi, disebabkan karena rendahnya daya dorong kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini terkait kinerja pemerintah yang masih menggantungkan pengadaan pembiayaan terhadap pinjaman, terutama pinjaman luar negeri.
Dalam kondisi seperti ini pemerintah dituntut kreatif dalam menemukan sumber-sumber pendanaan negara. Di dalam sistem fiskal pemerintahan Islam, salah satunya dikenal pendapatan negara bersumber dari zakat.
Berdasarkan kemampuan membayar zakat, masyarakat muslim dapat kita kelompokkan menjadi tiga golongan : (1) golongan masyarakat Muzakki, (2) golongan masyarakat non-Mustahik/Muzakki, (3) golongan masyarakat Mustahik.
Kebijakan fiskal merupakan tindakan yang diambil pemerintah untuk memperbesar atau memperkecil penerimaan, memperbesar atau memperkecil pengeluaran, atau kombinasi keduanya, untuk tujuan kestabilan ekonomi. Mengintegrasikan zakat sebagai salah satu sumber penerimaan negara, berarti membantu pemerintah meningkatkan pendapatan untuk kestabilan ekonomi tersebut.
Pengembangan potensi zakat diperlukan untuk mengoptimalkan peran zakat dalam perekonomian sebuah negara, terutama untuk mengatasi masalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan pengangguran. Penghimpunan potensi zakat dan pendistribusian yang bersifat produktif akan menggairahkan kembali perekonomian negara.
Faktor penting yang juga menjadi pendukung utama dalam mewujudkan zakat sebagai pilar perekonomian adalah wujudnya pelembagaan zakat yang amanah, professional, dan mandiri. Sebab, penanganan keseluruhan terhadap zakat tidak mungkin dilakukan tanpa sebuah lembaga yang jelas.
Beberapa alasan mengapa zakat perlu diintegrasikan ke dalam kebijakan fiskal :
1) Zakat hukumnya wajib, satu-satunya lembaga yang mempunyai otoritas untuk melakukan pemaksaan seperti itu dalam sistem demokrasi adalah negara lewat perangkat pemerintahan, seperti halnya pengumpulan pajak.
2) Potensi zakat yang dapat dikumpulkan dari masyarakat sangat besar.
3) Zakat mempunyai potensi untuk turut membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional. Dana zakat yang sangat besar sebenarnya cukup berpotensi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat jika disalurkan secara terprogram dalam rencana pembangunan nasional.
4) Agar dana zakat dapat disalurkan secara tepat, efisien dan efektif sehingga mencapai tujuan zakat itu sendiri seperti meningkatkan taraf hidup masyarakat.
5) Memberikan kontrol kepada pengelola negara.



DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman karim, Ekonomi Makro Islami, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2007.

Ali Sakti, “Pengantar Ekonomi Islam”, Jakarta: Modul Kuliah STEI SEBI, 2003.

Didin Hafidhuddin, “Peran Zakat Dalam Pembangunan Ekonomi”, Jakarta, 2000

F.R. Faridi, “A Theory of Fiscal Policy in an Islamic State, Readings in Public Finance in Islam”, Islamic Research and Training Institute (IRTI) - Islamic Development Bank (IDB).

Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2006.

Nopirin, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Yogyakarta : BPFE, 2000.

Monzer Kahf, The Performance of the institution of Zakah in Theory and Practice, The International Conference on Islamic Economics Towards the 21st Century, Kuala Lumpur - Malaysia, April, 1999.

M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Surabaya : Risalah Gusti, 1999.

M. Umer Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi, Jakarta : Gema Insani Press, 2001.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2008.

Soediyono R. Ekonomi Makro Pengantar Analisis Pendapatan Nasional, Yogyakarta, BPFE, 2000.

Suparmoko. Keuangan Negara Dalam Teori Dan Praktek, Yogyakarta, BPFE, 2000.

Taqiyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (An-Nidlam al-Iqtishadi fil Islam), alih bahasa Moh. Maghfur Wachid, cet. v, Surabaya: Risalah Gusti, 2000.

Zainal Muttaqin, Kewajiban Menjadi Muzakki, 1997.

Ziauddin Ahmed, Munawar Iqbal and Fahim Khan (Eds), “Money and Banking In Islam”, International Center for Research In Islamic Economics, King Abdul Aziz University Jeddah and Institute of Policy Studies Islamabad, Pakistan, 1996.